EFEKTIVITAS MITIGASI BENCANA PASANG AIR LAUT (ROB) DI KECAMATAN PEKALONGAN UTARA
TESIS
NAFSIR FAUZI
RIZKIAN.
SAP
Potensi bencana di seluruh belahan dunia akhir - akhir ini menunjukan
peningkatan frekuensi kejadian bencana. Peningkatan suhu bumi, melelehnya es di
kutub, peningkatan permukaan air laut dan perubahan iklim yang tidak pasti
menjadi indikasi utama dalam potensi bencana ke depannya. Belakangan ini
bencana banjir melanda berbagai negara bukan hanya di Indonesia, namun juga
terjadi di negara lain, seperti di negara Australia dan Brazil yang telah menyebabkan banyak masyarakat negara tersebut mengungsi.
Selain bencana banjir, angin topan menjadi ancaman tersendiri karena bencana
ini sangat terpengaruh oleh perubahan cuaca yang ekstrim. Lebih dari 90% korban
jiwa yang berhubungan dengan bencana alam terjadi di negara-negara berkembang
(Sutopo,2004).
Tingginya gelombang air laut dan angin yang berhembus sangat kencang di
awal tahun 2011 – 2012 telah memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat
nelayan. Mereka tidak bisa melaut untuk mencari ikan dan dengan terpaksa akan
mempengaruhi perekonomian keluarga mereka. Hal ini diakibatkan tidak adanya
penghasilan karena faktor cuaca yang tidak bersahabat. Perubahan iklim global
berdampak pada pemanasan global karena adanya efek rumah kaca (green house
effect). Peningkatnya suhu global
diperkirakan akan menyebabkan dampak-dampak lainya, seperti peningkatan
permukaan air laut yang menyebabkan beberapa pulau kecil hilang, periode musim
hujan dan intensitas hujan berubah-ubah.
Potensi bencana banjir di Indonesia sangat besar dilihat dari topografi
dataran rendah, cekungan dan sebagian besar wilayahnya adalah lautan. Curah
hujan di daerah hulu dapat menyebabkan banjir di daerah hilir. Apalagi untuk
daerah-daerah yang tinggi permukaan tanahnya lebih rendah atau hanya beberapa
meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan data dan informasi bencana
indonesia yang dikelola Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukan
bahwa bencana banjir merupakan kejadian terbanyak.
Panjang pesisir di
Indonesia kurang lebih 81.000 km dan merupakan pesisir terpanjang di dunia
setelah pesisir di Kanada. Dengan jumlah pulau mencapai 17.500, Indonesia
memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan kawasan pesisir. Namun,
dibalik potensinya yang besar, persoalan pesisir di Indonesia menjadi masalah
yang serius akibat adanya bencana.
Bencana merupakan suatu kondisi sebagai akibat yang
terjadi ketika ancaman mengenai suatu wilayah beserta penduduk yang ada di
dalamnya yang rentan. Seringkali, bencana yang terjadi menimbulkan kerusakan
bagi lingkungan di sekitar pusat bencana tersebut. Kerusakan yang terjadi
akibat bencana tersebut bisa terjadi secara mendadak maupun perlahan, tidak
saja memberikan dampak secara langsung terhadap komunitas, tetapi juga
berdampak tidak langsung.
Dampak negatif secara
langsung adanya bencana seperti adanya korban jiwa, kerusakan rumah dan
infrastruktur, gangguan psikologis, dan lain-lain. Sedangkan dampak tidak
langsung antara lain, hilang atau rusaknya fungsi-fungsi produksi, misalnya
area persawahan, pabrik dan pusat industri, jaringan transportasi, serta pasar.
Di sisi lain, suatu wilayah tidak bisa lepas dari suatu kondisi yang berisiko
dari ancaman terjadinya suatu bencana. Kondisi fisik suatu wilayah, karakter
masyarakatnya, serta kondisi eksternal seperti
hubungan wilayah tersebut dengan wilayah-wilayah bisa mempertajam risiko yang
harus dihadapi oleh suatu wilayah tertentu.
Bencana Indonesia dilihat dari jumlah kejadiannya
menunjukan tren kejadian yang meningkat, artinya kejadian bencana rata-rata
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan kejadian dipicu berbagai
aspek seperti perubahan iklim yang berdampak cuaca tidak menentu, letak
geografis Indonesia, penebangan hutan secara liar dan aspek lainnya.
Peningkatan jumlah kejadian bencana didominasi oleh bencana hidrometeorologi
seperti bencana banjir, tanah longsor, angin topan dan banjir bandang. Dampak
dari perubahan iklim dewasa ini telah mengindikasikan meningkatnya kejadian
bencana, terutama bencana banjir yang setiap tahunya mengalami peningkatan.
Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah rawan banjir
sehingga perlu adanya upaya pencegahan yang serius dalam penanganannya. Setiap
tahun daerah yang terjadi banjir yang menelan korban dan kerusakan perlu adanya penanganan yang khusus dari lembaga
terkait dan yang memiliki kepentingan untuk mencegah berulangnya bencana ini.
Secara garis besar banjir yang terjadi tidak bisa dipandang hanya sebelah mata,
mengingat banyak dampak yang akan terjadi.
Peristiwa banjir hampir setiap tahun berulang ,namun
permasalahan ini sampai saat ini belum terselesaikan, bahkan cenderung makin
meningkat, baik frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya. Akar
permasalahan banjir di Perkotaan berawal dari pertambahan penduduk yang sangat
cepat, diatas rata-rata pertumbuhan nasional, akibat urbanisasi, baik migrasi
musiman maupun permanen. Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan
penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang memadai mengakibatkan
pemanfaatan lahan perkotaan menjadi tidak teratur. Pemanfaatan lahan yang tidak
tertib inilah yang menyebabkan persoalan drainase di perkotaan menjadi sangat
kompleks. Banjir yang berlangsung
setiap tahun akan semakin meningkatkan sikap apatis masyarakat terhadap
program-program pemerintah dalam menanggulangi banjir. Faktor psikologis
tersebut akan berdampak pada melemahnya partisipasi masyarakat terhadap
pembangunan di daerahnya.
Menurut data Kantor Kesbangpol dan Linmas Kota Pekalongan
pada tahun 2011 terdapat 15 kelurahan yang tergenang banjir, dengan tujuh
kelurahan diantaranya terdapat di Kecamatan Pekalongan Utara. Ketinggian banjir
di enam desa tersebut bervariasi antara 20-70 cm.
Adapun kaitannya dengan fenomena banjir akibat pasang air
laut (rob), beberapa ahli/pakar menyebutkan bahwa banjir akibat pasang air laut
(rob) ini telah memberikan dampak negatif terhadap kawasan permukiman pesisir.
Dalam perkembangannya, Kota Pekalongan mengalami banyak kejadian banjir dan
pasang air laut (rob). Prediksi 20 -100 tahun mendatang kota Pekalongan
khususnya Kecamatan Pekalongan Utara mengalami kejadian banjir yang disebabkan
oleh kenaikan pasang air laut atau rob
Prediksi
Pasang Air Laut 20-100 Mendatang
Dalam kurun waktu 20 tahun
mendatang diperkirakan daratan akan hilang karena tenggelam, akibat
banjir air laut pasang (Rob) yang terus meningkat hingga ketinggian satu meter
dan telah merendam 25% wilayah kota. menunjukkan kedalaman genangan yang terjadi di Pekalongan berada pada
kisaran 0 – 1,13 yang berarti wilayah yang memiliki ketinggian wilayah lebih
dari batasan tersebut merupakan zona aman dari genangan. Berdasarkan potensi
wilayah terkena pengaruh rob di tahun 2050, luas area yang tergenang mengalami
peningkatan menjadi 6.873,22 hektar atau sekitar 40 % dibandingkan dengan luas
area yang tidak tergenang sebesar 10.185 hektar atau sekitar 60%. Daerah yang
tergenang akan terus mengalami peningkatan luasan mencapai kisaran 10% sejak
tahun 2011. Dengan kata lain bila kenaikan air pasang laut ini tidak ditanggulangi oleh pemerintah
Kota Pekalongan prediksi 100 tahun mendatang, kenaikan pasang air laut ini diperkirakan akan terjadi sejauh 2,85 km dari garis pantai saat
ini.
(ppt : Dr.Ir.
Subandono Diposatono, M.Eng, 2010-2011).
Dampak banjir akibat pasang air laut (rob) telah mengubah fisik lingkungan dan memberikan kerugian bagi masyarakat, bangunan, dan
infrastruktur permukiman yang ada di kawasan tersebut.
Banjir akibat pasang air laut (rob) akan berdampak terhadap rusaknya sarana dan
prasarana lingkungan (air bersih, persampahan, drainase, sanitasi) serta
penurunan kualitas lingkungan yang ditandai dengan turunnya kualitas kesehatan
masyarkat. Berdasarkan data kejadian bencana dari Kantor Kesbangpol dan Linmas
(2010), terdapat sembilan kelurahan di tiga kecamatan yang terkena pasang air
laut (rob).
Akibat pasang air laut (rob) yang melanda kecamatan
Pekalongan Utara. Sedikitnya 275 hektar sawah tidak dapat ditanami lagi dan 155
Hektar dari 296 hektar tambak tidak dapat dimanfaatkan. Dampaknya pendapatan sektor perikanan turun dan mengancam kegiatan
di sektor – sektor lainnya. Tercatat, data
terakhir wilayah yang tergenang pasang air laut (rob) seluas 1.020 hektar, luas
genangan air hujan 3.275 hektar dan genangan tambak atau rawa 1.037 hektar.
Penyebab meluasnya pasang air laut (rob) ditinjau dari aspek alamiah adalah
adanya kenaikan pasang air laut secara
global dan terjadinya penurunan muka tanah di Kecamatan Pekalongan Utara. Saat ini kenaikan permukaan air laut mencapai 0,6
sentimeter sampai dengan 0,8 sentimeter pertahun. Diperkirakan 100 tahun
mendatang permukaan air laut akan naik sampai 0,8 meter dan mempengaruhi 913, 8
hektar lahan yang memiliki jarak sampai dua kilometer dari garis pantai.
(diskominfo/007).
Dari kedua data kejadian bencana tersebut, diantara empat
kecamatan yang ada, Kecamatan Pekalongan Utara memiliki wilayah yang paling luas terkena banjir dan pasang air laut (rob). Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, suatu kejadian di alam, tidak akan berarti bencana apabila tidak
berkaitan dengan manusia. Sama halnya dengan kejadian di Kecamatan Pekalongan
Utara. Kejadian bencana banjir dan pasang air laut (rob), memberi efek bagi
kehidupan manusia yang tinggal di wilayah bencana tersebut. Pasang air laut (rob) yang
terjadi di Kecamatan Pekalongan Utara tidak terlepas dari banyaknya penduduk
yang bertempat tinggal di daerah tersebut
Gambar
dibawah ini merupakan peta risiko
bencana yang terjadi di Kecamatan Pekalongan Utara. Desa Bandengan, Desa Panjang
Baru, dan Desa Pabean memiliki tingkat bahaya yang tinggi. Hal ini berdasarkan
kombinasi tingkat pasang air laut (rob) dan banjir yang tinggi. Pada ketiga
desa tersebut dampak pasang air laut (rob) dirasakan seluruh warga masyarakat
dan menyebabkan kerusakan pada permukiman dan infrastruktur fasilitas publik
desa. Desa Krapyak Lor, Desa Degayu, Desa Kandang panjang memiliki tingkat bahaya yang sedang. Desa Dukuh dan Desa Panjang Wetan memiliki tingkat bahaya
bencana rendah.
Peta Banjir dan Rob Kecamtan Pekalongan
Utara
Secara spesifik, mitigasi bencana melalui penanganan
pasang air laut (rob) di wilayah pesisir adalah upaya untuk mengurangi risiko
bencana secara struktur melalui pembangunan fisik alami atau buatan melalui
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil (UU no.27 Tahun 2007). Penanggulangan pasang air laut (rob)
dapat dilakukan dalam skala regional, lokal, atau bahkan spesifik pada satu
unit bangunan saja. Sebagai contoh, rumah-rumah penduduk yang selalu menjadi
langganan pasang air laut (rob), mengantisipasi pasang air laut (rob) dengan
cara menimbun halaman dan membuat tanggul-tanggul sederhana. Antisipasi pasang
air laut (rob) per unit bangunan, meskipun tampak lebih murah, tidak
menyelesaikan masalah secara tuntas. Upaya pembuatan tanggul di sepanjang
pantai atau meninggikan daerah genangan dengan cara menimbun hanya membebaskan
daerah genangan pasang air laut (rob) untuk sementara, karena pasang air laut
(rob) dan penurunan muka tanah akan terus berlangsung. Namun ,upaya penanganan pasang air laut (rob) yang bersifat fisik membutuhkan
anggaran yang besar. Oleh karena itu, dibutuhkan
upaya non struktur dalam penanganan pasang air laut (rob) yang terjadi di
Kecamatan Pekalongan Utara.
Pemerintah Kota Pekalongan dalam mengatasi permasalahan
bencana belum mempunyai badan sendiri yang mempunyai kewenangan dalam
menghadapi masalah bencana, dalam hal ini BPBD. Namun, penanganan bencana yang terjadi di Kota Pekalongan masih dilakukan
oleh PU, KLH, Kesbangpol Linmas, Satpol
PP, Dinas Sosial Budaya dan Transmigrasi, dan juga DPPK, hal ini membuat
penanganan bencana terutama bencana banjir rob tidak mempunyai payung hukum
yang jelas. Oleh karena itu, bagaimana
efektivitas penanganan permasalahan pasang air laut (rob) yang dilakukan
pemerintah Kota Pekalongan saat ini, mengingat hasil riset telah menggambarkan
prediksi genangan banjir rob pada 50 – 100 tahun mendatang yang semakin meluas.
Penanganan Yang Dilakukan Pemerintah
Kota Pekalongan
Mitigasi bencana structural dan
nonstruktural yang dilakukan oleh pemerintah Kota Pekalongan khususnya
di Kecamatan Pekalongan utara saat ini dinilai tidak efektif, karena masih ada lima kelurahan yang
berada di Kecamatan Pekalongan Utara yang tergenang air rob dan juga banjir, yaitu Kelurahan Panjang
Baru, Kelurahan Panjang Wetan, Kelurahan Bandengan, Kelurahan Pabean, dan Kelurahan Kandang Panjang. Dari tujuh Kelurahan yang tergenang air rob, ada dua
kelurahan yang berhasil tertangani dalam mengendalikan air rob, yaitu Kelurahan
Degayu dan Kelurahan Krapyak lor.
Belum adanya BPBD, membuat Pemerintah Kota Pekalongan
memaksimalkan kerja dinas – dinas terkait untuk berkoordinasi dan berkolaborasi
melakukan mitigasi bencana pasang air laut (rob) yang menggenangi bebeberapa
Kelurahan di Kecamatan Pekalongan Utara.
Faktor penghambat dalam mitigasi bencana pasang air laut
yaitu, keterbatasan sumber daya manusia, ketersediaan dana minim untuk
pembangunan infrastruktur dan kesadaran masyarakat yang kurang dalam hal
menjaga dan merawat lingkungan. Koordinasi dengan wilayah sekitar yang kurang
membuat mitigasi bencana pasang air laut (rob) di wilayah perbatasan
administrasi kurang maksimal.
Dampak sosial ekonomi sangat
dirasakan masyarakat terutama sebagian masyarakat untuk pindah tempat tinggal karena, sarana dan prasarana yang rusak akibat pasang air laut,
kesehatan masyarakat mengalami penurunan karena lingkungan yang tidak sehat. Pendapatan dan aktivitas perekonomian
warga juga mengalami penurunan dan rob
juga menyebabkan kerusakan pada fasilitas umum dan kendaraan bermotor yang
menyebabkan lalu lintas warga masyarakat terganggu.
Adanya Taruna Tanggap Bencana (Tagana) dan Komunitas Siaga Bencana (KSB) membuktikan
rasa partisipasi warga di Kecamatan Pekalongan Utara tergerak untuk saling
bekerja sama membantu mitigasi bencana yang dilakukan Pemerintah Kota
Pekalongan.
Peranan
pemerintah Kota Pekalongan dalam melakukan pengendalian pasang air laut (rob)
di tingkatkan, dan perlu adanya
kerjasama dengan pihak Swasta untuk ikut berpartisipasi secara bersama – sama
dalam mitigasi bencana pasang air laut (rob) di Kecamatan Pekaolngan Utara.
Koordinasi dengan sekitar perbatasan wilayah administrasi
perlu ditingkatkan, karena bila mitigasi bencana dilakukan tidak melakukan
koordinasi dengan sekitar wilayah administrasi akan berjalan lama dan lambat.
Pemerintah Kota Pekalongan perlu merumuskan pembentukan BPBD kota, karena semakin jelas payung
hukum untuk menangani kewenangan tertentu, semakin cepat proses mitigasi
bencana koordinasi pengawasan dan juga tindakan. Oleh karena itu pemerintah
Kota Pekalongan perlu membentuk BPBD untuk kebutuhan kota yang semakin
mengalami perubahan lingkungan.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentarmu adalah Kepedulianmu